
Kaya Akan Tanah Hitam, Sulawesi Tengah Miliki Banyak Komiditi Unggulan
19 December 2024
Mengatasi banjir dan genangan malapetaka Jabodetabek
12 April 2025Oleh Dr. Destika Cahyana, SP, M.Sc.*)
Jakarta (ANTARA) – Nenek moyang bangsa Mesir mewariskan piramida sebagai bukti kejayaan masa lalu. Demikian pula leluhur bangsa Indonesia meninggalkan candi Borobodur yang menjadi salah satu situs warisan dunia.
Bangunan fisik hasil karya teknologi dan arsitektur masa lalu itu tak lagi diragukan merupakan karya besar peradaban manusia.
Namun, banyak yang tak menyadari bahwa sawah juga karya agung nenek moyang Bangsa Indonesia.
Dulu para ahli dari negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia belajar ke Indonesia untuk mencetak sawah yang produktif bagi padi.
Memang membuat sawah bukan perkara mudah seperti dibayangkan banyak masyarakat awam. Mencetak sawah membutuhkan kesabaran dan konsistensi revolusioner agar dapat menghasilkan padi sesuai harapan.
Sawah yang baru dibuka, produktivitasnya rendah. Paling hanya 25-50 persen dari sawah produktif yang telah stabil.
Tanpa kesabaran dan konsistensi yang revolusioner, sawah bukaan baru rentan ditinggalkan pemilik atau pengelola karena membutuhkan biaya tinggi sementara hasilnya rendah.
Ketika ditinggalkan, hanya dalam waktu 6-12 bulan lahan sawah baru tersebut dapat kembali menjadi semak belukar. Jika ingin dibuka kembali menjadi sawah, maka biaya yang dibutuhkan hampir sama dengan membuka pertama kali.
Musababnya, pada sawah yang baru dibuka terjadi perubahan kondisi yang drastis. Pada lahan kering yang diubah menjadi lahan sawah, maka tanah yang semula porous yang dapat mengalirkan air dari permukaan ke bawah hingga melewati profil tanah, harus berubah menjadi tanah berlumpur yang mampu menahan air dengan lapisan kedap airnya.
Publikasi Nursyamsi beserta tim berjudul ‘Pengaruh Pengolahan Tanah, Pengairan Terputus, dan Pemupukan Terhadap Produktivitas Lahan Sawah Baru pada Inceptisols dan Ultisols Muarabeliti dan Tatakarya’ di Jurnal Tanah dan Iklim pada tahun 2000 mengungkap kendala-kendala yang muncul apabila lahan kering dibuka menjadi sawah baru seperti: a) efisiensi air rendah dan pelumpuran belum stabil; b) kesuburan tanah rendah; dan c) terjadi perubahan kimia tanah yang merugikan pertumbuhan tanaman akibat penggenangan.
Menurut Nursyamsi, lahan sawah unik dan khas karena memiliki struktur tanah lumpur dan lapisan bajak (plough pan) kedap air yang diperlukan pada budi daya padi.
Akar padi akan tumbuh baik pada tanah lumpur, karena pada kondisi ini penyerapan unsur hara padi lebih efektif. Lapisan bajak berfungsi untuk menahan laju perkolasi (pergerakan air ke bawah melalui ruang pori pada profil tanah) agar air selalu tergenang.
Perluasan lahan
Pada sawah bukaan baru yang berasal dari tanah berupa lahan kering biasanya struktur tanah lumpur dan lapisan bajak belum terbentuk. Dampaknya laju perkolasi air tinggi dan penggunaan air menjadi boros serta pencucian hara juga tinggi.
Ketika itu, perluasan lahan untuk membuka sawah banyak dilakukan ke tanah-tanah marginal seperti Oxisols, Ultisols, Inceptisols berpirit, dan Histosols.
Musababnya, tanah yang baik seperti Vertisols, Andisols, Alfisols, dan sebagian besar Inceptisols sudah hampir habis karena menjadi sentra pertanian yang telah eksis atau bahkan sebaliknya telah beralih fungsi menjadi area non-pertanian dengan pemilik yang tidak berminat sama sekali untuk membuka lahan pertanian.
Pada lahan kering yang dirubah menjadi sawah, maka kendala awal dijumpai adalah produktivitas lahan rendah.
Hal itu karena perubahan kondisi dari kering menjadi basah membuat 1) konsentrasi kation-kation yang semula tidak bersifat racun, menjadi bersifat racun seperti Fe2+, dan Mn2+; 2) kekurangan Ca dan Mg; 3) K tercuci; 4) jerapan P, S, dan Mo, dan (5) pengaruh buruk dari H+, serta (6) hubungan tata air dan udara.
Keracunan besi umumnya terjadi pada tanah masam dengan kondisi tergenang seperti lahan sawah.
Perubahan jumlah oksigen di dalam tanah yang menyebabkan besi yang semula berbentuk Fe3+ tereduksi menjadi besi dengan bentuk Fe2+ yang bersifat racun.
Perubahan bentuk yang semula aman menjadi racun itu mirip hidrogen dan oksigen dalam bentuk (H2O) yang aman bagi kulit manusia dengan feroksida (H2O2) yang berbahaya bagi kulit manusia. Meskipun sama-sama terdiri dari hidrogen dan oksigen, sifat kedua senyawa tersebut berbeda jauh.
Perubahan dari kondisi kering menjadi tergenang juga dapat menyebabkan unsur-unsur lainnya seperti Mangan dan Nitrogen berubah bentuk dari bentuk yang aman ke bentuk yang beracun.
Penggenangan juga merangsang terbentuknya senyawa beracun seperti karbon dioksida, metan, asam organik, dan hidrogen sulfida.
Hasil penelitian rumah kaca menunjukkan bahwa pada tanah Ultisols dari Tatakarya, Lampung, hara N, P, dan K menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman padi sawah cetakan baru, sedangkan pada Inceptisols dari Muarabeliti, Sumatera Selatan, ketiga hara tersebut ditambah hara S.
Hasil riset juga menunjukkan pemberian pupuk kandang dan pengembalian jerami padi yang dikombinasikan dengan pupuk Nitrogen dan Fosfor secara nyata dapat meningkatkan pertumbuhan padi.
Sementara pada lahan rawa gambut atau lahan rawa mineral sulfat masam yang diubah menjadi sawah, proses sebaliknya yang terjadi.
Lahan yang semula tergenang terus menerus atau periodik, diatur agar ketinggian airnya mengikuti kebutuhan pertumbuhan padi.
Sawah baru
Pada saat pencetakan sawah, pengeringan sebagian tanah karena proses perataan dan pengangkatan tanah bagian bawah ke bagian atas saat membuat saluran tak dapat dihindari.
Pada situasi tersebut, tanah yang semula dalam kondisi basah (reduktif) berubah menjadi kondisi kering (oksidatif).
Perubahan ini pada dapat merubah bentuk-bentuk senyawa yang semula stabil menjadi beracun.
Pada tanah sulfat masam misalnya, tanah yang mengandung pirit (FeS2) ketika kering dapat teroksidasi sehingga memicu terbentuknya asam sulfat yang membuat tanah sangat masam hingga di bawah pH 4.
Pada kondisi tergenang, pirit tersebut aman bagi tanaman. Ketika tanah sangat masam, maka akar tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik. Dibutuhkan waktu yang panjang untuk mencuci tanah yang masam hingga menjadi stabil dan nyaman bagi pertumbuhan padi.
Riset Nursyamsi dkk mengungkap bahwa umumnya sawah bukaan baru yang berasal dari lahan kering dapat berproduksi dengan baik setelah digunakan secara terus menerus setiap musim selama 5 tahun. Hal tersebut karena setelah 5 tahun lumpur dan lapisan bajak yang dibutuhkan oleh padi telah terbentuk stabil.
Di masa lalu pelumpuran dilakukan saat pengolahan tanah dengan bajak oleh kerbau atau sapi. Pada proses pembajakan tanah, hewan tersebut mengeluarkan kotoran serta mencampurkan sisa jerami ke dalam tanah yang menjadi sumber bahan organik tanah.
Di masa kini pelumpuran tersebut dilakukan saat pengolahan tanah dengan traktor. Proses stabilisasi lahan sawah membutuhkan bahan organik sehingga ketika pembajakan dengan traktor, maka bahan organik harus ditambahkan dari luar.
Bahan organik yang telah matang mampu mengikat senyawa beracun menjadi bentuk yang aman bagi tanaman. Proses untuk menjadi sawah yang stabil ini yang memakan waktu lama.
Pada sawah bukaan baru yang berasal dari lahan rawa sulfat masam, maka durasi sawah untuk menjadi stabil dengan produksi optimal membutuhkan waktu lebih panjang dari sawah bukaan baru asal lahan kering.
Pada sawah asal lahan rawa sulfat masam, proses yang panjang adalah proses mencuci pirit yang telah teroksidasi agar ke luar dari lahan. Proses pencucian tersebut terjadi saat hujan atau saat pasang besar dengan frekuensi yang berulang-ulang dalam kurun waktu bertahun-tahun, bahkan hingga 10 tahun.
Hal itulah yang menjelaskan mengapa sawah di wilayah transmigrasi di lahan rawa sulfat masam baru dapat menghasilkan padi dengan baik setelah bertahun-tahun.
Kasus yang lebih sering lahan sawah malah berubah menjadi semak belukar lalu kemudian berganti menjadi lahan perkebunan seperti sawit atau karet yang lebih menguntungkan.
Kini Indonesia, menurut data terakhir pada 2024, memiliki luas sawah baku 7,38-juta ha. Sawah tersebut merupakan warisan para pendahulu yang harus dijaga karena membuka lahan sawah untuk berproduksi optimal tak semudah, semurah, dan secepat yang dibayangkan.
Satu hektare sawah baru dibuka hasilnya hanya 25-50 persen menjadi sawah produktif, sehingga jika hilang 1 ha sawah yang produktif, maka harus dibuka lahan dengan luasan 2-4 kali lipat dengan sejumlah input dan perbaikan teknologi yang mahal.
*) Penulis adalah Peneliti di Pusat Riset Tanaman Pangan, BRIN dan anggota Himpunan Ilmu Tanah Indonesia
Copyright © ANTARA 2025
Sumber artikel:
https://www.antaranews.com/berita/4734685/sawah-warisan-peradaban-yang-tak-mudah-dibangun?utm_source=antaranews&utm_medium=mobile&utm_campaign=latest_categor