• Ada pertanyaan?
  • 0251-8336757
  • hiti.sekretariat@gmail.com
logo_translogo_translogo_translogo_trans
  • Home
  • Profile HITI
    • Pengurus
    • Undang-Undang
    • Visi Misi
    • Dasar Hukum
    • AD ART
  • Komda
  • Publikasi
    • Newsletter
    • Jurnal
    • Gallery
  • Artikel
    • Field Story
    • Tahukah Kamu
  • Semnas dan Konggres Hiti ke-13
    • Info Kegiatan
    • Agenda
    • Author Guidelines
    • Info Hotel
    • Registrasi
    • Submit Paper
    • Daftar Abstrak Lolos Review
    • Soil Judging Contest (SJC) 2023
      • Pendaftran SJC
  • Kontak
  • Home
  • Profile HITI
    • Pengurus
    • Undang-Undang
    • Visi Misi
    • Dasar Hukum
    • AD ART
  • Komda
  • Publikasi
    • Newsletter
    • Jurnal
    • Gallery
  • Artikel
    • Field Story
    • Tahukah Kamu
  • Semnas dan Konggres Hiti ke-13
    • Info Kegiatan
    • Agenda
    • Author Guidelines
    • Info Hotel
    • Registrasi
    • Submit Paper
    • Daftar Abstrak Lolos Review
    • Soil Judging Contest (SJC) 2023
  • Kontak
Masuk
✕

Clay dan Strategi Perang

  • Home
  • Blog
  • Tahukah Kamu
  • Clay dan Strategi Perang
Clay dan Asal Usul Kehidupan
4 August 2021
Alur Pikir Reklamasi Pasca Tambang
13 September 2021
Published by Sekretariat HITI on 6 August 2021
Categories
  • Tahukah Kamu
Tags

Sejarah membuktikan perang di masa silam lebih banyak dilakukan di darat dan di air ketimbang di udara seperti di era modern. Pada masa itu kunci kemenangan perang di darat bukan hanya terletak pada kekuatan senjata dan kekuatan pasukan, tetapi juga pemahaman yang mendalam tentang akses transportasi, topografi, vegetasi, dan akses air (Hillel, 1998).

Bahkan pemahaman tentang tanah seringkali menentukan kemenangan sebuah pasukan. Berikut ini contoh seorang jenderal perang yang memahami sifat tanah sehingga mampu memenangkan sebuah pertempuran dengan sangat gemilang. Pertempuran itu menjadi bagian dari perang salib. Pertempuran itu disebut sebagai pertempuran Hattin.

Terjadi di bagian bawah perbukitan Galilea yang saat ini menjadi wilayah Israel. Pertempuran terjadi antara pasukan tentara Eropa dengan pasukan tentara Arab yang dipimpin oleh Salahuddin Ayyubi alias Saladin. Pertempuran berlangsung di lereng gunung berapi yang sudah tidak lagi aktif pada 3 dan 4 Juli 1187.

Wilayah itu tanahnya didominasi oleh clay jenis montmorillonite, yang berasal dari bahan induk basal. Saat basah tanah itu sangat plastis dan lengket. Sebaliknya saat kering membentuk retakan yang dalam dan lebar. Bagi ilmuwan ilmu tanah, tanah itu disebut Vertisols. Di Indonesia disebut juga Grumusol. Di masa itu jenis tanah Vertisols sangat asing bagi kebanyakan orang Eropa termasuk para jenderal perang Eropa. Berkuda di tanah seperti itu sangat berbahaya.

Kuda yang berlari kencang dapat tergelincir dan terperosok ke dalam celah dapat mematahkan kaki sehingga melemparkan penunggangnya. Saladin bersama pasukannya memanfaatkan jenis tanah itu. Ia menyamarkan retakan pada Vertisols dengan semak dan dedaunan kering untuk menutupinya. Pasukan Eropa berada di bagian atas tanah Vertisols tersebut, sementara pasukan Saladin berada di wilayah yang lebih rendah.

Pada malam sebelum pertempuran, pasukan Saladin mengepung tentara Eropa, untuk menghalangi akses mereka ke mata air terdekat. Pasukan Saladin sendiri membawa banyak cadangan air dari mata air karena posisinya lebih dekat dengan Sungai Yordania. Di pagi hari, pasukan Saladin menunggu panas matahari semakin terik. Cuaca panas membuat tentara Eropa turun ke bawah karena kehausan untuk mengambil air. Hamparan air di bagian bawah menggoda mereka yang kehausan.

Saat kuda-kuda kencang mereka melewati Vertisols, kaki kuda tergelincir dan terperosok melemparkan penunggangnya para prajurit Eropa yang mengenakan baju besi yang berat. Pasukan Eropa panik, sementara di sisi lain pasukan Saladin menyalakan api yang segera membakar semak dan dedaunan kering yang sebelumnya menutupi rekahan pada Vertisols. Kobaran api segera meluas yang membuat pasukan Eropa bertambah bingung.

Pasukan Saladin dengan kuda-kuda yang lebih ringan mengepung di sekitar musuh dan mengalahkan mereka. Pasukan Eropa kehilangan daya tahan, sehingga akhirnya dipaksa untuk menyerah. Mereka dikalahkan bukan oleh kekuatan musuh, tetapi oleh pemahaman lawan yang lebih baik tentang iklim, medan pertempuran, dan tentunya: tanah! (Destika Cahyana)

Sumber: Daniel Hillel

Share
0
Sekretariat HITI
Sekretariat HITI

Related posts

21 March 2022

MEMAHAMI PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA


Baca selengkapnya
16 March 2022

TEKANAN BERDASAR UKURAN DAERAH ALIRAN SUNGAI


Baca selengkapnya
9 February 2022

KEGIATAN PENDUKUNG PROGRAM PENGHIJAUAN


Baca selengkapnya

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Pranala

  • Kementrian Kementrian RI
  • Kementrian Kehutanan Dan Lingkungan Hidup
  • Dept. Ilmu Tanah Dan Sumberdaya Lahan IPB

Komentar Pengunjung

  • 4 June 2023

    ryan commented on Tanah, Bahasa, dan Cara Pandang

  • 9 October 2022

    zulkarnain chairuddin commented on Pengurus 2015-2019

Jam Kerja

Silahkan kunjungi kami pada waktu berikut;


Senin – Jumat:

0800 – 1600

Sabtu – Ahad:

LIBUR

Kontak kami

Gedung Agrosinema Lt.2 Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) Jl. Tentara Pelajar No.12, Cimanggu, Bogor


+62 (0251) 8336757
hiti.sekretariat@gmail.com

© 2022 HITI by Hosting Indonesia
Masuk