KEGIATAN PENDUKUNG PROGRAM PENGHIJAUAN
9 February 2022Erupsi Semeru Musibah atau Berkah?
25 February 2022Perjalanan jalur darat dari Tanjung Enim, melewati Lahat, Empat Lawang, Lubuk Linggau, Muara Bungo, dan menginap di Sawahlunto, memberikan gambaran lebih jelas tentang perbedaan tanah di Jawa dan Sumatera. Apalagi kemudian masih menyusuri ke Bukittinggi lalu turun ke Kota Padang di pesisir pantai.
Hal yang cukup unik dan mencolok adalah fenomena atap rumah yang jarang menggunakan genteng. Kebanyakan memakai lembaran seng. Beda jauh dengan di Jawa yang rata-rata rumah banyak menggunakan genteng dari bakaran tanah liat. Ya, tanah liat !
Hamparan lahan di Sumatera sangat sulit menemukan deposit tanah liat dalam jumlah yang banyak. Sehingga bahan baku untuk pembuatan genteng pun jadi langka. Konon ini terjadi karena Pulau Sumatera mendapatkan limpahan sinar matahari dan curah hujan yang relatif lebih besar dari Pulau Jawa. Sehingga kandungan tanah liat (clay) sudah banyak yang ter-transport ke tempat lain. Sehingga tanah-tanah di Sumatera dominan debu (silt) dan pasir (sand).
Sekilas memang kita akan banyak menemukan hamparan tanah berwarna merah kekuningan, yang disebut Podzolik Merah Kuning (PMK). Tanah dengan dominasi fraksi kasar ini menjadi sangat rentan dengan erosi dan longsor. Artinya, dengan curah hujan yang sama, tanah di Jawa relatif lebih kuat dibandingkan tanah di Sumatera.
Namun pemandangan sepanjang jalan membuatku sangat prihatin, karena sulit menemukan rimbunan pepohonan alami. Yang banyak adalah bekas-bekas penebangan hutan, pembukaan perkebunan, dan tajuk vegetasi yang rerata di bawah 10 meter. Tentu jika kondisi ini dibiarkan, ancaman kerusakan parah sudah menanti di depan mata.
Bisikan hati bisa kembali tersenyum ketika masuk ke hamparan lahan di Sumatera Barat, dari Sawahlunto, Bukittinggi sampai Padang. Kondisi lahan berbukit dan bergunung membuat jalanan dominan berkelok, tapi tutupan vegetasi alami masih banyak bisa dinikmati di kanan kiri jalan. Bahkan Kota Sawahlunto terlihat sangat artistik dan asri, karena berada di cekungan dengan dikelilingi lereng perbukitan yang masih hijau dan asri.
Ada sejuta mimpi yang masih terekam dalam perjalanan darat hampir 25 jam ini. Eksotik alam dan harapan pada pulihnya pelestarian lingkungan menjadi dambaan yang segera diidamkan.
Muhammad Kundarto
Sumber foto: https://www.kompas.com/sains/read/2022/02/15/133100623/jenis-jenis-tanah-di-indonesia